selamat datang

Selasa, 19 November 2013

pengertian morfofonemik#

A.    PENGERTIAN MORFOFONEMIK
    Morfofonemik adalah cabang linguistic yang mempelajari perubahan bunyi yang diakibatkanoleh adanya pengelompokkan morfem. Nelson Francis (1958) mengatakan bahwa morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada struktur fonemik alomorf-alomorf sebagai akibatpengelompokkan menjadi kata (Ahmadslamet, 1982:69). Penegertian lain dilontarkan oleh Samsuri (1982:201) bahwa morfofonemik merupakan studi tentang perubahan-perubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfematau lebih serta pemberian tanda-tandanya.
    Prawirasumantri (1986:37) memberikan contoh untuk memperjelas bidang garapan morfofonemik yakni dengan pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan bentuk belajar. Pada proses morfologis ini terjadi perubahan /r/ menjadi /l/. pertemuan morfem meN- dengan lihat menjadi melihat. Disini tampak bunyi /N/ hilang menjadi me-. Perubahan-perubahan bunyi akibat pertemuan dua morfem atau lebih disebut morfofonemis, sedangkan tanda huruf besar pada meN- yang pada ralitas fonemis bisa berupa beberapa macam bunyi/fonem disebut morfofonem, dan ilmu yang mempelajarinya disebut morfofonemik.
    Morfofonemis bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) penghilangan bunyi; (2) penambahan bunyi; (3) perubahan bunyi
 1)    Penghilangan Bunyi
    Proses penghilangan bunyi dapat terjadi atas:
    1) Bunyi /N/ pada meN- dan peN- yang hilang karena pertemuan kedua morfem
         tersebut dengan bentuk dasar yang berbunyi atau berfonem awal /r, l, y, w/ dan
         nasal.

   

    Misalnya:
meN- + ramu
meN- + lucu
meN- + yakini (?)
meN- + wangi
meN- + nyanyi
meN- + minyak
meN- + ngeong
meN- + nanti

peN- + rusak
peN- + lacak
peN- + yakin
peN- + wajib
peN- + nyala
peN- + mabuk
peN- + nanti    →














→    meramu
melucu
meyakini
mewangi
menyanyi
meminyak
mengeong
menanti

perusak
pelacak
peyakin
pewajib
penyala
pemabuk
penanti
2)      Fonem /r/ pada morfern ber-, ter-, dan per- hilang bila yang berbunyi atau
      berfonem awal  /r/ atau yang suku pertamanya berakhir dengan bunyi /r/.
   
    misalnya:
ber- + rambut
ber- + serta
ber- + kerja
 
ter- + rasa
ter- + pedaya
ter- + rayu

ter- + ramal
ter- + ramai
ter- + serta    →









→    berambut
beserta
bekerja

terasa
terpedaya
terayu

peramal
peramai
peserta



2)    Penambahan Bunyi
    Proses penambahan bunyi terjadi pada:
1) Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an, menyebabkan timbulnya
    fonem atau bunyi /?/ bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/.
   
    Misalnya:
-an + sapa
ke-an + sama
per-an + kata    →

→    sapaan
kesamaan
perkataan
Catatan
    Jika peN-an dipertemukan dengan bentuk dasar yang diawali bunyi /p, t, k, dan s/ dan diakhiri oleh vocal maka morfofonemis yang terjadi berupa perubahan, penghilangan dan penambahan bunyi.
    Contoh:
peN-an + tanda
peN-an + padu
peN-an + kaji
peN-an + sampai    →


→    penandaan
pemaduan
pengajian
penyampaian

2) Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang
    berakhir dengan bunyi /i/ akan menyebabkan timbulnya bunyi /y/.
        Misalnya:
-an + hari
ke-an + serasi
per-an + api    →

→    harian
keserasian
perapian
3) Pertemuan antara morfem , ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang
    berkhir dengan fonem /u, o/ akan menyebabkan timbulnya fonem /w/.
   

    Misalnya:
-an + jamu
ke-an + lucu
per-an + sekutu
 
-an + kilo
ke-an + loyo
per-an + toko    →





→    jamuan
kelucuan
persekutuan

kiloan
keloyoan
pertokoan

3)    Perubahan Bunyi
    Perubahan bunyi akan terjadi pada:
1) Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang dimulai
    oleh fonem atau bunyi /d/ dan bunyi /s/ khusus pada bentuk dasar yang
    berasal dari bahasa asing akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /n/.
meN- + datang
meN- + survai
 
peN- + damar
peN- + supply    →



→    mendatang
mensurvei

pedamar
pensupply

2) Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang berawal
    dengan bunyi atau fonem /b, f/ akan terjadi perubahan bunyi /N/
    menjadi /m/.
    Misalnya:
meN- + buru
meN- + fitnah
 
peN- + buang
peN- + fitnah    →



→    memburu
memfitnah

pembuang
pemfitnah

3) Pertemuan morfem meN- den peN- dengan bentuk dasar yang berawal
    dengan fonem /c, j/, maka fonem /N/ akan berubeh menadi /n/
    Misalnya:
meN- + cakar
meN- + jajal
 
peN- + ceramah
peN- + jamu    →



→    mencakar
menjajal

penceramah
penjamu

4) Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan. bentuk dasar yang berbunyi
    awal /g, h, x/ dan voka1 , maka fonem /N/ akan berubah menjadi /η/.
    Misalnya:
meN- + garap
meN- + hasut
meN- + khayal
meN- + ambil
meN- + intip
meN- + ukur
meN- + ekor
meN- + orbit
 
peN- + garis
peN- + harum
peN- + khianat
peN- + angkat
peN- + isap
peN- + umpat
peN- + olah    →














→    menggarap
menghasut
mengkhayal
mengambil
mengintip
mengukur
mengekor
mengorbit

penggaris
pengharum
pengkhianat
pengangkat
pengisap
pengumpat
pengolah


5) Pertemuan morfem ber- dan per— pada bentuk dasar ajar
    mengakibatkan perubahan bunyi /r/ men jadi /1/. Peristiwa ini
    sebenarnya merupakan peristiwa unik, sebab hanyac terjadi pada bentuk
    dasar ajar sehingga ada yang mengatakan suatu “kekecualian”.
    Perhatikanlah:
ber- + ajar
per- + ajar    →
→    belajar
pelajar

6) Pertemuan morfem ke-an dan -i dengan bentuk dasar berfonem akhir /?/
 menyebabkan fonem tersebut berubah menjadi /k/.
    Misalnya:
duduk /dudu?/ + ke-an
bedak /beda?/ + -i    →
→    kedudukan
bedaki

JENIS KATA ULANG#

JENIS KATA ULANG
1.    Dwilingga
Contoh :
-          Peraturan               menjadi           peraturan-peraturan
-          Rumah                   menjadi           rumah-rumah
-          Pencuri                  menjadi           pencuri-pencuri
-          Anak                     menjadi           anak-anak
-          Saudara                 menjadi           saudara-saudara
-          Kamus                   menjadi           kamus-kamus
-          Buku                     menjadi           buku-buku
-          Baju                       menjadi           baju-baju
-          Piring                     menjadi           piring-piring
-          Gelas                     menjadi           gelas-gelas
1.    Dwilingga salin suara
Contoh :
-          Balik          menjadi           Bolak-balik
-          Kesana      menjadi           kesana-kesini
-          Sayur         menjadi           sayur-mayur
-          Lauk          menjadi           lauk-pauk
-          Hura          menjadi           hura-hura
-          Lenggok    menjadi           lenggak-lenggok
-          Ramah       menjadi           ramah-tamah
-          Carut         menjadi           carut-marut
-          Gilang       menjadi           gilang-gemelang
-          Teram        menjadi           teram-temeram
1.    Dwipurwa
Contoh :
-          Tangga      menjadi           tetangga
-          Pohon        menjadi           pepohonan
-          Satu           menjadi           sesuatu
-          Sudah        menjadi           sesudah
-          Luhur        menjadi           leluhur
-          Jari             menjadi           jejari
-          Benang      menjadi           bebenang
-          Tanaman    menjadi           tetanaman
-          Sama         menjadi           sesama
-
1.    Kata ulang berimbuhan
Contoh :
-          Main          menjadi           Bermain-main
-          Tali            menjadi           Tali-temali
-          Mobil         menjadi           Mobil-mobilan
-          Kejar         menjadi           Kejar-kejaran
-          Kuda         menjadi           kuda-kudaan
-          Joget          menjadi           berjoget-joget
-          Sulam        menjadi           sulam-menyulam
-          Tulis          menjadi           tulis-menulis
-          Desak        menjadi           desak-desakan
-          Liuk           menjadi           meliuk-liuk
1.    Kata ulang sebagian
Contoh :
-          Bermain                 menjadi           bermain-main
-          Meihat                   menjadi           melihat-lihat
-          Berkejar                 menjadi           berkejar-kejaran
-          Sesayup                 menjadi           sesayup-sayup
-          Mendesir               menjadi           mendesir-desir
-          Terapung               menjadi           terapung-apung
-          Berayun                 menjadi           berayun-ayun
-          Mengambil            menjadi           mengambil-ambil
-          Berdesak               menjadi           berdesak-desakan
-          Menulis                 menjadi           menulis-nulis
1.    Kata ulang semu
Contoh :
-          Biri-biri
-          Laba-laba
-          Lumba-lumba
-          Pura-pura
-          Tiba-tiba
-          Kura-kura
-          Cumi-cumi
-          Ubur-ubur
-          Mata-mata
-          Kunang-kunang

Teori Jurnalistik#

Teori Jurnalistik
Filosofi pers atau junalistik modern pertama kali ditulis dalm buku berjudul : four theries of the perss “ karanang Sibert, Peterson dan Schramm pada tahun 1956 dan diterbitkan oleh Universitas Illinois.
Filosifi pers tersebut masih berkembang dengan munculnya teori “tanggung jawab sosial dalam komunikasi massa” yang di tulis dalam buku berjudul “Responsibility in Mass Communiacation” karangan Rivers, Schramm, dan Christian pada tahun 1980.
Bila semua dirangkum, akan  didapatkan teori pers seperti di bawah ini :
1.    Authoritarian Theory
2.    Libertarian Theory
3.    Social Responsibility Theory
4.    Soviet Communist Theory
Selain 4 teori jurnalistik yang telah umum di atas ada dua lagi teori tambahan. Teori tersebut dikemukakan oleh Denis McQuail dalam tulisannya “Uncertainty about Audience and Organization of massa Communications”. Teori tersebut ialah:
5.    Teri pers pembangunan.
6.    Teori pers partisipan Demokratik.
Di bawah ini akan dibahas teori di atas satu per satu.
1.    AUTHORITARIAN Theory
Berpijak pada falsafah: membela kekuasaan absolut. Kebenaran dipercayakan hanya pada segelintir orang bijaksana yang mampu memimpin posisi negara jauh lebih tinggi dibandingkan individu.
2.    LIBERTARIAN Theory
Berpijak pada falsafah: manusia adalah mahluk rasional yang bisa membedakan baik dan buruk. Pers adalah alat, mitra untuk mencari kebenaran bukan sebagai alat pemerintah (negara). Sebaliknya dalam teori ini pers didorong untuk mengawasi pemerintah.
Berpijak atas teori ini pula lahir istilah pers sevagai pilar ke empat dalam negara demokrasi, yaitu setelah kekusaan legislatif, eksekitif dan yudikatif. Seringg dikenal dengan istilah “ the fourth estate”.
Dasar pemikiran teori ini
-    Dalam mencari kebenaran semua gagasan harus memiliki kesempatan yang sama untuk dikembangkan. Sehingga yang benar akan bertahan yang salah akan lenyap.
-    Self righting process (proses menemukan sendiri kebenaran) gagasan Jhon Milton.
-    Free market ideas (kebebasan menjual gagasan).
3.    SOCIAL RESPONSIBILITY Theory ( teori Pesr Bertanggung Jawab Sosial)
Teori ini adalah turunan dari dua teori di atas. Teori ini bertujuan  untuk mengatasi kontradiksi antara kebebasan media dan tanggung jawab siosialnya. Hal ini diinformasikan pada tahun 1949 dalam laporan “Commision on The Freedom of The Perss” yang diketahui oleh Robert Hutchins.
Komisi ini  kemudian mengajukan 5 syarat untuk dipenuhi pers yang bertanggung jawab:
a.    Media harus menyajikan berita yang dapat dipercaya, lengkap,cerdas dan akurat. Media tidak boleh berbohong, harus memisahkan antara fakta dan opini. Lebih dari itu media harus melaporkan kebenaran.
b.    Media harus hadiri forum pertukaran komentar dan kritik.
c.    Media harus memproyeksikan gambaran yang benar – benar mewakili kelompok konstituen masyarakat.
d.    Media harus menyajikan tujuan dan nilai masyarakat. Media adalah instrumen pendidikan. Media memikul tanggung jawab untuk menjelaskan cita – cita yang memperjuangkan masyarakat.
e.    Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi yang tersembunyi. Media harus mendisribusikan informasi secara luas. 
4.    SOVIET COMMUNISM theory
Teori ini tumbuh dua tahun pasca revolusi Oktober 1917 di Russia dan berakar pada teori pers otoriatarian. Sistem pers ini memrlihara pengawasan yang dilakukan pemerintah. Karena itu di negara ini yang ada adalah RRC setelah Soviet bubar. Perbedaan khusus antara teori ini dengan teori lainnya diantaranya:
a.    Dihilangkannya motif profit.
b.    Menomorduakan topikalitas. (artinya menomorduakan topik yang sedang ramai dibicarakan).
c.    Orientasinya pada perubahan masyarakat menuju masyarakat komunis.


5.    TEORI PERS PEMBANGUNAN
Teori ini umumnya terkait dengan teori pers dunia III yang umumnya belum memiliki ciri – ciri sistem komunikasi yang telah maju. Inti teori ini adalah pers harus digunakan secara fositif dalam pembangunan nasional. Preferensi dinerikan pada teori yang menekankan keterlibatan akar rumput. Teori pers ini dijabarkan ke dalam beberapa prinsip di bawah :
a.    Pers harus membantu pelaksanaan pembangunan sesuai kebijakan yang ditetapkan nasional.
b.    Kebebasan pers harus terbukka bagi pembatasan sesuai dengan: 1)prioritas eonomi, 2)kebutuhan pengembangan masyarakat.
c.    Pers harus memprioritaskan isinya pada budaya dan bahsa nasional.
d.    Pers harus memprioritaskanberita  dan informasi yang menghubungkan sesama nagara berkembang yang berdekatan secara geografis, budaya dan politis.
e.    Pekerja pers punya kebebasan dalam menghimpun dan menyebarkan informasi.
f.    Negara punya hak campur tangan dalam hal membatasi, operasi media pers, sensor, pemberian subsidi dan kontrol.
6.    TEORI PERS PARTISIPAN DEMOKRATIK
Teori ini lahir dalam masyarakat libaral yang sudah maju. Teori ini lahir sebagai reaksi atas komersialisasi dan monopoli media atau swasta. Kedua, sebagai reaksi atas sentralisme dan birokratisasi atas sentralisme dan birokratisasinsiaran publik.
Konsep pers partisipan demokratik hampir sama dengan konsep “jurnalisme publik” yang saat ini sedang mengemuka.
Dirangkum dari buku berjudul “jurnalistik teori dan praktek” karangan Hikmat Kusumaningrat. Terbitan PT.Remaja Rosdakarnya Bandung tahun 2006.www.rosda.co.id

CIRI – CIRI PROFESI KEGURUAN #

CIRI – CIRI PROFESI KEGURUAN :
1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.

2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.

3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa  mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.

4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif,  membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi  panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.

6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.
7.  Pengetahuan tentang Kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga  memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.

8.  Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.

9. Selalu memberikan yang terbaik  untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan  mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.

10.  Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

CIRI-CIRI PROFESI :
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan inidimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiappelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harusmeletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selaluberkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaanberupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, makauntuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi

Kode Etik Guru Indonesia#

Kode Etik Guru Indonesia
1.    Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila.
2.    Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
3.    Guru mengedakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4.    Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5.    Guru memelihara hubungan dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.
6.    Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesional.
7.    Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan.
8.    Guru barsama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengabdian.
9.    Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.
Kode Etik Guru di Indonesia
Pembukaan, Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia.
1.     Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradap.
2.    Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan.
3.    Melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
4.    Guru Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sabagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretif, mandiri serta manjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
5.    Guru Indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam meleksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso, tut wuri handayani”. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru Indonesia ktika menjalankan tugas-tugas Profesianal dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
6.    Guru Indonesia bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan.

Senin, 18 November 2013

PROSES MORFOFONEMIK#

PROSES MORFOFONEMIK
Pengertian morfofonemik
    Proses morfofonemik adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan ( Zainal Arifin, 2007:8). Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofologi, atau morfonologi atau peristiwaberubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi,reduplikasi, maupun komposisi (Abdul Chear,2007:194). Morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkanmorfoligi dan folonogi. Didalamnya dipelajari bagaimana morfem direalisasikan dalam tingkat fonologi. ( Kridalaksana, 2007:183).
    Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfonemik dalam bahasa indonesia hanya terjadidalam pertemuan realisasa morfem dasar (morfem), baik prefiks,sufiks, infiks, maupun konfiks. (Kridalaksana,2007:183).
    Peristiwa morfofonemik dalam bahasa indonesia dapat di lihat misalnya pada prefiks me-. Dalam proses afiksasi, prefiks me- tersebut akan berubah menjadi mem-, meny-, meng-, menge-, atau tetap me-, menurut aturan – aturan fonologis tertentu. Istilah” morfofonemik” menunjukkan kaidah yang menyesuaikan bentuk – bentuk alomorf – alomorf yang bersangkutan secara fonemis.
Jenis morfofonemik dalam bahsa indonesia
    Kridalaksana memberikan perubahan- perubahan fonem yang terjadi akibat pertemuan morfen itu dapat digolongkan dalam se[uluh proses, yaitu:
1.    Pemunculan fonem
2.    Pengekalan fonem
3.    Pemunculan dan pengekalan fonem
4.    Pergeseran fonem
5.    Perubahan dan pergeseran fonem
6.    Pelepasan fonem
7.    Peluluhan fonem
8.    Penyisipan fonem secara historis
9.    Pemunculan fonem berdasarkan  poa bahasa asing
10.    Variasi fonem bahasa sumber
    Sedangkan Abdul Chaer membagi fonem dalam proses morfofonemik ini dalam lima wujud, yaitu :
1.    Pemunculan fonem
2.    Pelepasan fonem
3.    Peluluhan fonem
4.    Perubahan fonem
5.    Pergeseran fonem
    Berbeda dengan kedua ahli bahasa sebelumnya, Zaenal Arifin dan Junaiyah memaparkan peristiwa morfofonemik dari afiks – afiks dan kata bentuk pada afiksasi tersebut. Sehingga munculah morfofonemik pada prefiks meng-, per-, ber- dan ter berserta morfofonemik yang terjadi akibat pertemuan afiks-afiks tersebut dengan fonem tertentu pada dasarnya.

1.    Proses Morfofonemik pada Afiksasi
a)    Huruf vokal + Awalan Ber-, Se-, Me-, Di-, Ke-, Pe-, dan Ter-
o    Ber + amal = Beramal
o    Ber + asal = Berasal
o    Ber + akal = Berakal
o    Ber + ambisi = Berambisi
o    Ber + awal = Berawal
o    Se + akan = Seakan
o    Se + abad =Seabad
o    Se + atap = Seatap
o    Se + arah =  Searah
o    Me + atur = Mengatur
o    Me + angkat = Mengangkat
o    Me + arah = Mangarah
o    Me + ajar = Mengajar
o    Me + anyam = Menganyam
o    Di + ambil = Diambil
o    Di + angkat = Diangkat
o    Di + atur = Diatur
o    Di + awal = Diawal
o    Di + akhir = Diakhir
o    Ke + atas = Keatas
o    Ke + arah = Kearah
o    Ke + alamat = Kealamat
o    Pe + angkat = Pengangkat
o    Pe + arah = Pengarah
o    Pe + ajar = Pelajar
o    Pe + atur = Pengatur
o    Ter + ambil = Terambil
o    Ter + akhir = Terakhir
b)    Huruf Konsonan + awalan Ber-, Se-, Me-, Di-, Ke-, Pe-, dan Ter-
o    Ber + bahaya = Berbahaya
o    Ber + buat = Berbuat
o    Ber + bagi = Berbagi
o    Se + bagian = Sebagian
o    Se + bidang = Sebidang
o    Se + butir = Sebutir
o    Me + bom = mengebom
o    Me + bunuh = Membunuh
o    Me + bor = Mengebor
o    Di + bawah = Dibawah
o    Di + buka = Dibuka
o    Di + bakar = Dibakar
o    Ke + belakang = Kebelakang
o    Ke = bentuk = Kebentuk
o    Pe + bom = Pengebom
o    Pe + bajak = pembajak
o    Pe + bicara = Pembicara
o    Ter + bagi = Terbagi
o    Ter + bongkar = Terbongkar
o    Ter + bangun = terbangun

Selasa, 22 Oktober 2013

CAMPUR KODE DALAM PERISTIWA JUAL BELI DI LINGKUNGAN PASAR SENTRAL KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA#






Nama: Fauziah
Stambuk: A1D1 11 055

NAMA             : ZALVIANI
NOMOR STAMBUK     : A1D1 06 032
PROGRAM STUDI         : PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JUDUL PENELITIAN     : CAMPUR KODE DALAM PERISTIWA JUAL BELI DI      LINGKUNGAN PASAR SENTRAL KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA
DOSEN PEMBIMBING     :1. Drs. La Yani Konisi, M.Hum
                     NIP 19671231 199303 1 021
                 2.Dra. Hj. Erny Harijati, M.Hum
                    NIP 19591028 1985501 2 001
TAHUN SKRIPSI       : 2011

















ABSTRAK

    Penelitian ini berjudul campur kode dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral kulisusu kabupaten buton utara. Campur kode merupakan dua bahasa yang di gunakan secara bersamaan pada waktu yang sama. Dengan memahami fungsi campur kode, maka dapat memberikan peluang besar kepada kedudukan eksistensi bahasa daerah untuk tetap bertahan dan terus diwariskan kepada generasi berikutnya sebagai salah satu identitas pokok budaya lokal. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana campur kode dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral  Kulisusu Kabupaten Buton Utara dan faktor penyebab terjadinya campur kode tuturan dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara?” Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan campur kode dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral Kulisusu dan  untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya campur kode tuturan dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Sementara, manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) Sebagai bahan perbandingan bagi mereka yang berminat untuk mengadakan penelitian lanjutan yang lebih rinci tentang kebahasaan, (2) Untuk memberikan masukan terhadap pengembangan teori – teori kebahsaan, khususnya dalam bidang sosiolinguistik, (3) Dapat memberikan informasi bagi guru ternyata dalam penggunaan bahasa Kulisusu dan bahasa Indonesia terjadi gejala campur kode, (4) Untuk memberikan bahan banding bagi penelitian lanjutan yang relevan dengan penelitian ini.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data dalm penelitian adalah tuturan – tuturan yang di gunakan dalam peristiwa jual beli di pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Instrumen kunci dan mengunakan alat bantu  yang berupa panduan observasi dan tape recorder. Dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif.
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa dalam campur kode yang terjadi di pasar sentral Kulisusu dalam peristiwa jual beli berupa campur kode dalam bentuk kata, frasa dan klausa. Peristiwa campur kode tersebut terjadi biasanya dilingkungan penjualan ikan, penjualan pakaian, penjualan sayur dan penjualan barang pecah bela. Selain itu, campur kode tidak terjadi begitu saja melainkan dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode di pasar sentral Kulisusu yaitu karena penutur ingin memfokuskan pokok pembicaraan. Campur kode yang terjadi dominan dilakukan dari bahasa daerah Kulisusu ke bahasa Indonesia dalam bentuk frasa dan klausa. Hal tersebut disebabkan oleh penutur  berasal dari latar belakang kebudayaan yang sama dilakukan dengan suasana santai dan akrab. Dengan demikian dapat dikatakan dahwa percakapan yang dilakukan oleh para pelaku pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara merupaka tuturan bilingual.

Kata kunci : Campur Kode





BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang dan Masalah
    Bahasa memegang peranan sangat penting dalam kehidupan manusia karena manusia sebagai makhluk sosial harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok sosial. Bahsalah yang memungkinkan terjadinya interaksi dalam nasyarakat. Itulah sebabnya kedudukan bahasa sebagai unsur kebudayaan selalu di tetapkan pada peringkat pertama. Hal ini bersifat universal yaitu berlaku setiap suku bangsa atau setiap kelompok manusia.
    Setiap bahasa memiliki frase yaitu gabungan dua kata atau lebih yang tidak dapat dipisahkan dan melampaui batas fungsi. Bahasa juga memiliki kalimat yaitu satuan bahasa secara gramatis terdiri satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu dan dapat berdiri sendiri sebagai satu kalimat. Kalimat sebagaimana kita ketahui, dibentuk dari kata atau kelompok kata. Di dalam pembentukan atau penyusunan kalimat, setiap bahasa mempunyai tipologi atau pola kalimat, baik itu bahasa Indonesia, terdapat bahasa-bahasa daerah dan bahasa asing, kemungkinan terjadi kontak bahasa itu sangatlah besar. Mackey (Suwito, 1983) memberikan pengertian kontak bahasa sebagai pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontak bahasa terjadi apabila seseorang penutur yang menguasai dua bahasa yang dikuasainya secara bergantian.
    Akibat kontak bahasa dan kedwibahasaan dapat menimbulkan saling pengaruh antara dua bahasa yang bersangkutan. Peristiwa kontak bahasa akan terjadi campur kode tuturan.
    Peristiwa yang terjadi di lapangan dalam masyarakat Kulisusu di pasar Kabupaten Buton Utara, penulis menemukan antar penjual dengan pembeli dalam proses tawar-menawar menggunakan campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Kulisusu.
    Berdasarkan kenyataan ini, maka masyarakat Kulisusu adalah masyarakat pada umumnya sebagai penutur bahasa Kulisusu dan saling mempengaruhi antara bahasa daerah yang satu dengan bahasa baerah yang lain atau dengan bahasa Indonesia.
    Disamping itu, penelitian yang dilakukan untuk meneliti campur kode bahasa daerah Kulisusu di lingkungan pasar sentral belum pernah dilakukan. Hal tersebutlah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang campur kode bahasa Kulisusu dan bahasa Indonesia dalam jual beli di lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Dengan demikian, penelituan ini merupakan penelitian pertama yang khusus membicarakan campur kode bahasa Kulisusu dan bahasa Indonesia dalam jual beli di lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan mengangkat masalah ini ke dalam bentuk karya tulis yang berbentuk skripsi guna memperdalam pemahaman tentang penggunaan campur kode.

1.1.2 Masalah
    Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penelitian ini mengkaji permasalahan berikut:
1.    Bagaimanakah campur kode dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara?
2.    Faktor penyebab terjadinya campur kode tuturan dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.
1.2 Tujuan Penelitian
    Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan campur kode dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral kulisusu Kabupaten Buton Utara dan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya campur kode tuturan dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

1.3 Manfaat Penelitian
    Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
1.    Sebagai bahan perbandingan bagi mereka yang berminat untuk mengadakan penelitian lanjutan yang lebih rinci tentang kebahasaan.
2.    Untuk memberikan masukan terhadap pengembangan teori-teori kebahasaan, khususnya dalam bidang sisiolinguistik.
3.    Dapat memberikan bahan banding bagi penelitian lanjutan yang relevan dengan penelitian ini.

1.4 Batasan Operasional
    Yang menjadi kata-kata operasional dalam penelitian ini adalah:
1.    Campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten.
2.    Bentuk campur kode adalah penggunaan bahasa daerah yang bercampur kode dengan bahasa Indonesia yang berbentuk kata dan gabungan kata dan dilakukan secara sadar dengan maksud tertuntu.
3.    Masyarakat pasar merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan dianggap sama yang hidup dalam lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.
4.    Bahasa daerah yakni bahasa yang berfungsi sebagai alat komunikasi antara warga masyarakat di lingkungan pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.












BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Sosiolinguistik
    Sosiolinguistik merupaka ilmu antar disiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bodang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Maka, untuk memahami apa sosiolinguistik itu, perlu terlebih dahulu dibicarakan apa yang dimaksud dengan sosiologi yang sangat bervariasi, tetapi yang intinya kira-kira adalah bahwa sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat.  Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung dan tetap ada.nsedangkan linguistik adalah bisdang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, secara mudah dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
    Fishman (dalam Chaer 2004: 3) mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa dan pemakaian bahasa karena ketiga unsur ini selalau berinteraksi, berubah dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.
    Meijer (dalam Chaer 2004: 4) mengatakan bahwa sosiolinguistik kajian mengenai bahasa dan pemakainya dalam konteks sosial dan kebudayaan.
    Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka kita dapat mengemukakan bahwa sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari bahasa dan pemakai bahasa dalam konteks sosial dan budaya dalam masyarakat.

2.2 Kajian Sosiolinguistik
     Sosiolinguistik lazim dibatasi sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi berbagai variasi bahasa serta hubungannya di antara bahasawan dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa. Menurut (Kridalaksana dalam pateda, 1987: 2) mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang berusaha untuk menjelaskan ciri-ciri sosial.
    Jarak sosial dapat dilihat dari sudut vertikal dan sudut horisontal. Dimensi vertikal akan menunjukkan apakah seorang itu berbeda di atas atau di bawah (berkedudukan tinggi atau rendah). Dimensi vertikal ini merupakan alat untuk menetapakan seseorang dalam kontinum hormat atau tidak hormat. Dimensi sosial ini misalnya kelompok umur, kelas atau status perkawinan. Sedangkan dimensi horisontal menunjukkan kontinum akrab atau tidak akrab. Misalnya derajat persahabatan, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, jarak tempat tinggal.
    Tinjauan sosiolinguistik lainnya adalah bahwa bahasa memungkinkan penuturnya fleksibel dalam memainkan berbagai hubungan peran sewaktu berkomunikasi. Penutur senantiasa membatasi diri pada norma-norma hubungan peran dengan memilih ragam bahasa tertentu. Inilah yang menjadi obyek sosiolinguistik yakni siapa yang bertuturan kata (variasi) bahasa apa, kepada siapa dan tentang apa.

2.3 Ruang Lingkup Sosiolinguistik
Penggunaan bahasa terbagi atas dua yaitu kegiatan yang bersifat aktif dan kegiatan yang bersifat pasif. Kegiatan bahasa bersifat aktif meliputi mendengarkan dan membaca.
Baragam-ragam tingkah laku manusia sehubungan dengan bahasa. Bagaimana interaksi antara kedua aspek tingkah laku manusia (berbicara dan membaca) inilah yang menjadi urusan sisoilinguistik.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, kita dapat membagi sosiolinguistik atas dua bagian, yakni:
a.    Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya sisitem tegur sapa.
b.    Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah perilaku bahasa dan struktur sosial.
2.4 Kegunaan Sosiolinguistik
Setiap bidang ilmu tentu mempunyai kegunaan dalam kehidupan  praktis. Begitu juga dengan sosiolinguistik, kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis sangat banyak, sebab bahasa sebagai alat komunikasi verbal manusia, tentunya mempunyai aturan-aturan tertentu. Dalam penggunaannya sosiolinguistik memberikan pengetahuan bagaimana cara menggunakan bahasa. Sosiolinguistik menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial tertentu, seperti dirumuskan Fishman, bahwa yang dipersoalkan dalam sosiolinguistik adalah, “Who speak, what language, to whom, when and to what and”.
Pertama-tama pengetahuan sosiolinguistik dapat kita menfaatkan dalam komunikasi, sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu.

2.5 Pengertian Kedwibahasaan dan Dwibahasawan
2.5.1 Pengertian Kedwibahasaan
    Uraian tentang kedwibahasaan atau bilingualisme penulis akan merujuk pada beberapa ahli yang sudah terkenal di antaranya:
    Rusyana (1984: 50) menyatakan bahwa pada mulanya kebahasaan diartikan sebagai praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian oleh seorang pembicara.
    Kedwibahasaan adalah kemampuan seseorang menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain (haugen dalam jendra, 1966: 123). Nababan (1988 : 27), menyatakan bilingualisme ialah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Begitu pula dengan nilai-nilai psikolinguistik seperti; Ervin dan Osgood (1965: 44). Beliau juga dengan ahli sosiolinguistik seperti Ferguson (1958: 9) memakai istilah diglosia untuk pola berdwibahasa.
2.5.2 Pengertian Dwibahasawan
    Samsuri (1978: 55) mengatakan bahwa “pembicara yang mempunyai kebiasaan memakai dua bahasa atau lebih secara bergiliran diistilahkan dengan dwibahasawan”. Untuk membatasi pengertian dwibahasawan ini dapat di ambil uraian Rusyana (1975: 41) yang berdasarkan tulisan Hougen, dikatakan bahwa di antara dwibahasaan ini dapat dibentuk dwibahasa orang dewasa. Dwibahasawan pada tingkat anak-anak diartikan sebagai mempelajari bahasa kedua pada waktu belum berumur kurang dari 14 tahun, sedangkan dwibahasawan tingkat orang dewasa ialah mereka yang berumur lebih dari 14 tahun, yang berarti sudah dewasa. Secara terperinci di bawah ini diuraikan empat pambagian dwibahasawan, yaitu:
a.    Ekabahasawan.
b.    Dwibahasawan anak-anak.
c.    Dwibahasawan oarang dewasa, dan
d.    Dwibahasawan mempelajari bahasa pada anak-anak tetap kehilangan kemampuan karena kurang dipergunakan.

2.6 Pengertian Kode
     Sehubung dengan pengertian kode, Syamsudin, dkk (1997: 123) mengataka bahwa kode ialah sistem tutur yang penerapannya unsur ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur, dengan lawan bicara dan situasi yang ada. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa dalam kode itu terdapat unsur-unsur bahasa seperti kalimat-kalimat, kata-kata, morfem dan fonem.
Berdasrkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kode dalam penelitian ini adalah sistem tutur yang menerapkan unsur bahasa sebagai mediumnya sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dengan situasi tutur yang ada. Ragam bahasa yang akan dipilih dalam suatu pembicaraan ditentukan oleh situasi pembicaraan (Kridalaksana, 1994: 23).

2.7 Pengertian Campur Kode
Campur kode sebagai pemakai dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisiten dan unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam peristiwa campur kode terbatas pada tingkat klausa (Suwito, 1993: 78)
Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dengan campur kode dalam penelitian ini adalah peristiwa percampuran kode dari bahasa Indonesia dalam bahasa daerah. Misalnya, dalam peristiwa tutur yang melibatkan dua orang, seorang penutur menggunakan kode A (seperti bahasa Kulisusu) dan dalam proses campur kode B (bahasa Indonesia) maka oerpindahan pemakaian bahasa seperti itu disebut campur kode (Soedarmo, 1976: 6). Namun, peristiwa tutur seperti tersebut diatas, tidak menutup kemungkinan terdapat berbagai varian seperti, campur varian, campur ragam, atau campur gaya.

2.8 Faktor-faktor Terjadinya Campur Kode
    Menurut Djajasudarma, dkk (1994: 24) bahwa faktor penyebab terjadinya campur kode dalam peristiwa tutur adalah (1) ingin bergensi, (2) penutur lupa bahasa daerah sehingga penutur menggunakan bahasa Indonesia, (3) penegasan/memperjelas tuturan karena pendengar tidak memahami bahasa daerah, dan (4) pokok pembicaraan.

2.9 Fungsi Campur Kode
    Sehubungan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode sebagaimana telah diuraikan terdahulu, maka dalam peristiwa tutur yang memegang peranan penting adalah (1) bergensi, (2) lupa bahasa daerah, (3) penegasan atau memperjelas, dan (4) pokok pembicaraan.
    Berdasarkan uraian di atas, Djajasudarma, dkk. (1999: 24) menguraikan bahwa fungsi campur kode adalah sebagai berikut:
1)    Sebagai acuan yang tidak (kurang) dipahami di dalam bahasa digunakan, kebanyakan terjadi karena pembicara tidak mengetahui suatu kata dalam bahasa lain.
2)    Berfungsi derektif. Dalam hal ini pendengar dilibatkan langsung kepada penutur, serta ujaran dalam percakapan ini dapat berfikir tentang fungsi dari penggunaan bahasa.
3)    Berfungsi ekspresi, pembicara menekankan identitas campur kode melalui penggunaan dua bahasa wacana yang sama.
4)    Berfungsi sebagai unutk menunjukkan perubahan nada konvensi.
5)    Berfungsi sebagai metabahasa (metalanguage), dengan pemahaman campur kode digunakan dalam mengulas suatu bahasa baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.10 Sikap Bahasa
    Sikap bahasa (language attitude) termasuk peristiwa kejiwaan dan merupakan bagian sikap pada umumnya. Sikap bahasa dikatakan bereaksi dalam peristiwa tutur yang terjadi dalam masyarakat bahasa. Kesiapan merujuk pada sikap metal yang mungkin mengacu pada sikap perilaku yang bergantung pada sikap metal yang mungkin mengacu pada sikap perilaku yang bergantung pada kondisi ketika menghadapi situasi dalam berkomunikasi (Suwito dalam Djajasudarma., dkk. 1994: 27).
    Uraian di atas menunjukkan bahwa sikap bahasa yang dimiliki oleh masyarakat bahasa mempunyai pengaruh dalam perkembangan suatu bahasa. Sikap bahasa yang berwujud kesetiaan anggota-anggota masyarakat pemakai bahasa yang sama membawa ke arah tindakan-tindakan yang nyat yang bermuara pada pembinaan bahasa, perluasan fungsi serta daerah pemakainya.

   



















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan jenis Penalitian
3.1.1 Metode penelitian
    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Metode deskriptif karena penelitian ini berusaha menyajikan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan tentang penggunaan campur kode dalam peristiwa jual beli di pasr sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Metode kualitatif karena penelitian ini menguraikan fakta dan fenomena penggunaan campur kode dalam bentuk kata, gabungan kata atau kalimat dalam struktur yang benar.

3.1.2 Jenis Penelitian
    Penelitian ini tergolong penelitian lapangan oleh karena itu penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data sesuai dengan fenomena bahasa yang hidup pada penuturnya, sehingga penelitian ini berdasarkan fakta atau bahasa yang dipaparkan apa adanya.

3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
    Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang digunakan dalam peristiwa jual beli di pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Tuturan-tuturan ini merupakan campur kode yang digunakan masyarakat dalam peristiwa jual beli di pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.
3.2.2 Sumber Data
    Sumber data penelitian ini adalah hasil tuturan yang ada di pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Sumber informasi ( informan ) dalam penelitian ini adalah para pelaku pasar yang terdiri atas penjual dan pembeli yakni penjual dan pembeli barang pecah bela, ikan, sayur dan pakaian yang ada di pasr sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

3.3 Instrumen Penelitian
     Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen kunci dan menggunakan alat bantu yang berupa panduan obsevasi dan tape recorder untuk merekam peristiwa campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa daerah yang digunakan dalam masyarakat di pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.
    Adapun panduan observasi itu adalah :
Bahasa Daerah    Bahasa Indonesia    Bentuk Campur Kode

3.4 Metode Pengumpulan Data
    Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1)    Pengamatan berperan serta yaitu metode yang digunakan dengan cara mengamati obyek yang diteliti dan mencatat fenomena penggunaan bahasa yang sebenarnya.
2)    Wawancara terbuka yaitu suatu teknik pengumpulan data penelitian menyampaikan terlebih dahulu kepada informan mengenai tujuan wawancara dan batasan data yang akan dikumpulkan.
3)    Rekam yaitu metode pengumpulan data yang digunakan dengan cara merekam percakapan informan, terutama percakapan yang berhubungan dengan penggunaan campur kode dalam peristiwa jual beli di pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.
4)    Catat yaitu metode pengumpulan data yang digunakan dengan cara mencatat percakapan yang berhubungan dengan campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa daerah yang digunakan dengan campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa daerah yang digunakan masyarakat pasar sentral Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

3.5 Metode Analisis Data
    Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyeleksi data-data yang telah terkumpul. Data-data yang sudah terseleksi kemudian dikelompokkan sesuai dengan versinya masing-masing dan sesuai dengan penelitian. Setelah data dikelompokkan lalu dianalisis secara deskriptif.























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

    Sesuai dengan masalah penelitian tentang campur kode dalam peristiwa jual beli yang dilakukan oleh penelitian di lingkungan pasar sentral Kulisusu, maka data hasil penelitian tersebut tercakup dalam tiga bagian yakni campur kode dalam bentuk gabungan kata, campur kode dalam bentuk kata dan faktor-faktor yang mempengaruhi campur kode. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian-uraian berikut ini:

4.1 Campur Kode dalam Peristiwa Jual Beli di Lingkungan Pasar Sentral yang Berbentuk       Kata.
    Campur kode bahasa yang dituturkan oleh para pelaku pasar sentral Kulisusu dalam bentuk kata dapat dilihat pada uraian berikut ini.
    Bentuk campur kode dalam bentuk kata yang terjadi di pasar sentral Kulisusu terjadi pula di lingkungan penjualan sayur. Adapun sebaran datanya dapat dilihat pada uraian berikut ini.
    Pembeli     : ibu, dhaimaina marasono tomat riai?
             ‘ibi, dimana yang jual tomat di sini?’
    Penjual     : iso, dhai ibu-ibu tumotorono i ujung iso.
             ‘itu, sama ibu-ibu yang duduk di ujung.’
    Pembeli     : tarima kasi
             ‘teriam kasih.’
    Dialog pada data tersebut menggambarkan peristiwa jual beli yang di dalamnya terdapat unsur campur kode. Penanda campur kode kalimat itu adalah kata “tomat” dalam bahasa Indonesia yang dalam bahasa daerah Kulisusunya berarti “tamate” hubungan yang terjadi dalam percakapan tersebut terkesan dilakukan dengan santai oleh masing-masing pihak.

4.2 Campur Kode dalam Peristiwa Jual Beli di Lingkungan Pasar Sentral yang Berbentuk Frasa
Campur kode bahasa yang dituturkan oleh para pelaku pasar sentral Kulisusu dalam bentuk frasa dapat di lihat pada uraian berikut ini.
Pembeli     : daho baju mpocuri miu?
         ‘ada baju tidurnya?’
Penjual     : nai daa riai, isambalino aiso.   
         ‘tidak ada di sini, di sebelah situ.’
Pembeli     : tarima kasi.
         ‘terima kasih.’
    Penanda campur kode pada data tersebut adalah saat wanita itu mengucapkan kata-kata “baju tidurnya” yang dalam bahasa daerah kulisusu adalah “bhaju mpocuri”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalimat yang di tuturkan pembeli “bhaju mpocuri dan baju tidurnya” adalah termasuk dalam kategori campur kode karena dalam tuturan itu terddapat percampuran bahasa antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia.
4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Campur Kode di Lingkungan Pasar Sentral Kulisusu
    Campur kode yang terjadi di pasar sentra; Kulisusu tidak terjadi dengan begitu saja akan tetapi dipengaruhi pula oleh beberapa faktor. Adapun sebaran data campur kode berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu penutur lupa bahasa daerahnya, penutur ingin melakukan penegasan dan penutur fokus pada pokok pembicaraannya.
4.3.1 Penutur Lupa Bahasa Daerah
    Salah satu faktor penyebab terjadinya campur kode adalah karena penutur lupa bahasa daerahnya sehingga si penutur melakukan campur kode untuk meneruskan perkataannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini.
    Pembeli     : cobaopo kuontoko aiso.
             ‘ coba saya lihat yang itu.’
    Penjual     : yo maina?
            ‘ yang mana?’
    Pembeli     : iso ya warana coklati, ikat pinggang.
             Yang warna coklat, ikat pinggang.’
    Penjual     : oh sulepe.
             ‘oh, ikat pinggang.’
    Pembeli     : umbhe, sulepe.
             ‘iya, ikat pinggang.’
    Penanda campur kode dalam kutipan tersebut  adalah “ikat pinggang” dalam bahasa Indonesia yang dalam bahasa daerah Kulisusunya adalah “sulepe”. Hubungan yang tercipta dalam percakapan mereka adalah suasana yang santai. Penanda campur kode pada data tersebut termasuk dalam kategori klausa.

4.3.2 Penutur Melakukan Penegasan
    Campur kode juga disebabkan karena penutur ingin menegaskan maksud apa yang di sampaikannya. Penegasan itu dilakukan guna memperjelas perkataannya kepada lawan tuturnya. Untuk lebih jelasnya campur kode tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini.
    Penjual     : pooli hapa mas?
             ‘beli apa mas?’
    Pembeli     : daho tabako surya.
             ‘ada rokok surya.’
    Penjual     : daho, sepuluh satu bungkus.
             ‘ada, sepuluh satu bungkus.’
    Pembeli     : sahapa?
             ‘berapa?’
    Penjual     : hopulu riwu sabungkusu.
             ‘sepuluh ribu satu bungkus.’
    Bukan hanya karena penutur lupa bahasa daerahnya yang dapat menyebabkan campur kode tetapi karena untuk menegaskan sesuatu penutur melakukan pula campur kode. Adapun kata yang menjadi penanda campur kode itu adalah “sepuluh satu bungkus” yang dalam bahasa daerah Kulisusunya adalah “hopulu riwu sabungkusu”. Penanda campur kode kepada data tersebut termasuk dalam kategori frasa.
4.3.3 Penutur Memfokuskan pada Pokok Pembicaraan
    Selain dua hal yang telah disebutkan tadi yakni karena lupa bahasa daerahnya dan ingin menegaskan faktor lain yang mempengaruhi campur kode itu adalah karena penutur ingin memfokuskan pokok pembicaraan. Untuk lebih jelasnya sebaran datanya dapat dilihat pada uraian berikut ini.
    Pembeli     : sahapa satu rak telurnya?
             ‘berapa satu rak telurnya?’
    Penjual     : rua pulu riwu.
             ‘dua pilih ribu.’
    Pembeli     : hinamo kura, rua pulumo.
             ‘tidak kurang lagi, dulu puluh saja.’
    Penjual     : olinomo iko.
             ‘sudah harga pasnya itu.’
    Pembeli     : mohali.
             ‘mahal.’
    Kutipan dialog pada data tersebut memperlihatkan adanya campur kode yang di sebabkan oleh tuturan yang diucapkan si penjual ataupun si pembeli di pasar sentral Kulisusu. Adapun penanda campur kode itu di tandai dengan kata “satu rak telur” yang diucapkan oleh si pembeli dalam bahasa Indonesia yang dalam bahasa daerah Kulisusunya adalah “samponaa biomanumiu”. Penanda campur kode pada data tersebut termasuk dlam kategori frasa.























DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 1993 . Sosiologi Bahasa . Bandung: angkasa.
Anwar, Khaidir.1990.Fungsi dan Peranan Bahasa Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gajah  Mada Universitas Press
Djadjasudarma, T . Fatimah, dkk. 1994. Akulturasi Bahasa Sunda dan Non Sunda di Daerah Parawisata Pangandaran Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.
Pateda, Mansoer. 1988. Linguistik Seabuah Pengantar. Bandung: Angkasa.
Soedarmo, Paejdo. 1976. Kode dan Alih Kode. Yodyakarta: Balai Penelitian Bahasa.

Kecelakaan Maut#

Kecelakaan Maut
Kecelakaan maut yang melibatkan  truk pengangkut tanah galian dan seorang pengendara sepeda motor terjadi di perempatan jalan menuju arah JL.Imam Bonjol, Mandonga, Kamis (3/10/2013) pagi. Satu orang yang tewas di tempat akibat terlindas truk pengangkut tanah galian adalah anak dari seorang pengendara sepeda motor yang berumur 3 tahun.
    Pengendara sepeda motor dari arah JL.W.R Suprapto menuju arah JL.Imam Bonjol itu diketahui melaju dengan kecepatan sedang, namun kenderaan sepeda motor lainnya dari arah yang sama berusaha menyalip sehingga pengendara sepeda motor tersebut kehilangan kendali dan jatuh. Pengendara tersebut jatuh di arah trotoar sedangkan anak yang di goncengnya jatuh di arah sisi kanan jalan. Dari arah yang berlawanan muncul sebuah truk pengangkut tanan galian muncul dan kecelakaanpun tidak bisa terhindari, anak tersebut tewas terlindas dengan kondisi kepala pecah.
    Saksi mata dan warga sekitar yang melihat peristiwa kecelakaan itu melaporkan kejadian tersebut pada petugas kepolisian. Petugas kepolisian dan anggota Lantas Polres kendari, yang datang di lokasi kajadian mengevakuasi korban.

Konferensi Internasional CRISU-CUPT Ke-8 akan digelar di Universitas Halu Oleo Kendari#

Konferensi Internasional CRISU-CUPT Ke-8 akan digelar di Universitas Halu Oleo Kendari
Penyelenggaraan Konferensi Internasional Majelis Rektor Perguruan Tinggi Indonesia dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Thailand atau Konferensi Internasional CRISU-CUPT ke-8 tahun 2013 akan di selenggarakan di Universitas Halu Oleo (UHO) dengan mengangkat tema “Inovasi dan Kerjasama Menyongsong Komunitas Asean 2015”.
    Penyelenggaraan Konferensi Internasional CRISU-CUPT ke-8 akan di selenggarakan mulai tanggal 17-19 Oktober 2013. Lokasi pembukaan Acara akan di lakukan di Auditorium Mokodompit UHO, Expo di Lapangan Expo UHO hingga Excursion dan penutupan akan dilaksanakan di Kepulauan Wakatobi.
    Penyelenggaraan Konferensi Internasional CRISU-CUPT ke-8 akan dibuka oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof.Dr.Muhammad Nuh,DEA dan dihadiri Mentri Pendidikan Thailand, Mr.Chaturon Chaiseang, serta para pejabat tinggi di Kemendikbud RI dan Wakil Rektor Hubungan Internasional Universitas Montpellier Perancis, Prof.Roger Frutos.
    Penyelenggaraan CRISU dan CUPT di Unoversitas Halu Oleo (UHO) bertujuan untuk meningkatkan hubungan bilateral baik antar negara maupun pendidikan dengan nagara Thailand agar semakin berkembang. Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan kebudayaan Sultra khususnya di negara Thailand dan juga untuk memudahkan masyarakat Sultra yang ingin menuntut ilmu untuk kuliah di Thailand akan lebih terbuka.
   

Pengalaman Saat Lebaran Idul Adha#

Pengalaman Saat Lebaran Idul Adha
Pada liburan kali ini bertepatan pada lebaran Idul Adha, lebaran idul adha pada tahun ini bertepatan pada hari Selasa tanggal 15 Oktober 2013. Kami sekeluarga melakukan shalat Idul Adha di area lapangan EKS MTQ Kendari. Arenya cukup luas dan bisa menampung banyak orang. Gema takbir berkumandang aku baru saja selesai mandi dan berwuduh untuk shalat Idul Adha dan bersiap-siap untuk pergi ke lokasi shalat Idul Adha.
Perjalanan menuju lokasi shalat ied kami tempuh dengan mengunakan kendaraan angkutan umum, kami berangkat sekitar pukul 06.30 pagi karena lokasinya cukup jauh. Walaupun kami berangkat pukul 06.30 pagi kami tetap terlambat sampai ke lokasi shalat ied. Karena terlambat samapi di lokasi shalat ied kami pun mendapat tempat di area jalan raya. Selesai shalat dan mendengarkan khutbah, kami saling bersalam-salaman dan bermaafan, kemudian langsung pulang untuk bermaafan dengan kedua orang tua dan semua keluarga serta tetanggan-tetangga yang ada di sekitar rumah.
Selesai bersilahturahmi di rumah keluarga dan tetangga kamipun pulang ke rumah untuk mempersiapkan makanan khas lebaran berupa ketupat, daging, sup dan kue-kue yang akan disediakan untuk para tamu yang akan datang bersilahturahmi. Tamu-tamu mulai berdatangan dari tentangga-tetangga yang ada di sekitar kompleks rumah maupun keluarga jauh yang berdatangan untuk bersilahturahmi ke rumah, kamipun terlarut dalam suasana Hari Raya layaknya Hari Raya Idul Fitri juga.
Di hari kedua Idul Adha, dilaksanakan penyembelihan hewan qurban oleh panitia qurban, 2 ekor sapi yang dikurbankan kemudian dibagikan kepada tetangga-tetangga yang berhak di lingkungan kami.